Dua Belas Kriteria Calon Presiden Masa Depan

Situasi carut-marut yang dialami bangsa Indonesia ini membutuhkan perhatian seluruh elemen masyarakat. Situasi carut marut ini tidak lepas dari peranan pemimpin negara ini dalam menjalankan roda pemerintahan. Banyaknya para pejabat pemerintahan yang justru mencederai kepercayaan rakyat dan cenderung menggunakan kekuasaan untuk kepentingan partai dan diri sendiri. Tanpa melihat jeritan rakyat jelata yang mengais sampah untu mendapatkan sesuap nasi. Sehingga hal yang wajar jika terjadi krisis kepercayaan terhadap pemimpin. Sebab janji hanya dikumandangkan ketika berkampanye. Namun setelah terpilih, realitas dari janji itu tidak ada. Sulit untuk memulihkan kepercayaan itu dan tidak mudah untuk membangun negara ini untuk kembali mengaung sebagai macan Asia, serta menjadi salah satu kekuatan di dunia. Oleh sebab itu, dibutuhkan karakter pemimpin yang dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang menjawab tantangan yang dihadapi komunitas yang dipimpinnya. Demikian pula dengan negara ini, arah dan laju negara ini ditentukan oleh pemimpinnya. Rakyat berperan penting dalam menentukan sosok pemimpin yang membawa perubahan tersebut. Sehingga tidak asal memilih dan mau memilih hanya karena uang Rp. 50.000. Suara rakyat seperti sudah dapat dibeli dengan uang. Hal ini wajar saja karena kondisi ekonomi yang miskin, sehingga memaksa mereka untuk menerima uang dan memilih pemimpin yang menjalankan korupsi politik. Artikel ini mencoba memberikan kepada rakyat dua belas karakter Calon Presiden di masa depan. Sehingga tidak memilih dengan asal atau kareana uang, melainkan memilih untuk perubahan negara ini ke depan. Karakter-karakter tersebut sebagai berikut:

  1. Pertama sekali adalah berkarakter takut akan Tuhan. Banyak orang pintar namun kepintaran yang digunakan untuk membodoh-bodohi orang lain. Hal ini disebabkan kesombongannya yang menganggap kepintaran itu yang utama. Sehingga hati nuraninya tidak ada. Jeritan rakyat seakan tidak diperdulikan karena egoism dan kenikmatan sesaat yang dimilikinya. Pemimpin, yang takut akan Tuhan, sadar bahwa dirinya hanya debu tanah yang tidak ada apa-apanya di hadapan Sang Khalik. Rakyat yang dipimpinnya dianggapnya sebagai saudaranya manusia yang memiliki hak yang sama sepertinya. Pemimpin yang takut akan Tuhan ini dapat kita sebut sebagai pemimpin yang religious. Apapun agamanya, pasti mengajarkan kebaikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Namun, kita harus menggarisbawahi bahwa pemimpin yang religious yang terbuka terhadap orang kepercayaan lain. sehingga terhindar dari sikap fanatik dan fundamentalis. Kepemimpinan merupakan kegiatan jasmani sekaligus rohani (Sujatno, Traktat Etis Kepemimpinan Nasional, 2008, 10). Sehingga seluruh aspek kehidupan merupakan bagian yang integral dalam menjalankan kepemimpinannya. Kepemimnan yang diembannya dianggap sebagai mandat dari Sang Khalik yang harus dipertanggungjawabkan.
  2. Berjiwa seorang pemimpin. Berjiwa pemimpin seperti bertanggung jawab, bersahabat dan menjadikan masyarakat sebagai sahabat, memiliki rasa kekeluargaan, menghindari individualitas karena semuanya adalah keluarga. Sehingga disenangi oleh orang yang mengenalnya karena kedekatannya dengan masyarakat. Seorang pemimpin memahami bahwa pemimpin dan rakyat merupakan satu tubuh yang bersama-sama mencapai tujuan (Mohn, Humanity Wins: A Strategy for Prograss and Leadership in Times of Change, 13-18). Oleh sebab itu, pemimpin dan anggotanya harus saling mendukung. Seorang pemimpin itu jujur, adil, dan bersih. Sehingga dapat dipercaya oleh rakyat. Pemimpin itu juga sabar, rendah hati, suka menolong, dan rela berkorban. Dia juga berani mengambil resiko dan memiliki sensitifitas atas kekuasaannya. Pemimpin itu tegas, bukan berarti menjadi kaku, dibutuhkan juga fleksibelitas seperti ketika menjalankan hukum, diperlukan menjalankan hukum dengan legitimasi. Legitimasi bukan legalitas, sehingga tidak kaku, melainkan fleksibelitas (Burns, Transforming Leadership, 2003, 144-145). Penghormatan terhadap seorang pemimpin datang bukan karena kekuasaannya, melainkan karena karisma dan wibawanya sebagai pemimpin. Jiwa kepemimpinan ini adalah proses yang terus menerus dikembangkan. Terdapat jiwa kepemimpinan dalam diri setiap  orang. menjadi seorang pemimpin harus mau dipimpin terlebih dahulu.
  3. Merakyat (mengerti kebutuhan rakyat, mendengarkan jeritan rakyat miskin). Seorang pemimpin adalah pendengar yang baik bagi anggotanya. Sehingga dia mengenal rakyatnya. Seorang pemimpin yang merakyat terdapat kerendahan hati, sehingga dia mau bergaul dan akrab dengan rakyat. Kebanyakan pemimpin tidak dekat dengan rakyatnya. Mereka cenderung hanya bergaul dengan sesama pejabat. Kalau pun dekat hanya ketika berkampanye. Selebihnya, pemimpin kita sibuk dengan tugasnya ke luar negeri. Sehingga mata para pejabat buta terhadap penderitaan rakyat. Dengan karakter merakyat, kerja sama dapat dibangun antara pemimpin dengan rakyat. Sebab, di dalam masyarakat dibutuhkan kerjasama dan suasana tertib dan terbimbing oleh pemimpin yang dianggap mampu mengayomi, melindungi, dan dapat diandalkan berdiplomasi dengan komunitas lain (Alfian, Menjadi Pemimpin Politik, Perbincangan Kepemimpinan dan Kekuasaan, 2009, 45).
  4. Memiliki jiwa Pancasilais. Orang yang pancasilais adalah orang yang nasionalis. Kepentingan umum menjadi prioritasnya, bukan kepentingan beberapa kelompok saja. Bukan hanya menjunjung sebuah panji agama atau ormas tertentu yang mendiskriminasi kelompok lain. Jiwa Pancasilais memandang bahwa rakyat Indonesia sebagai kesatuan dari berbagai macam suku. Dengan slogan “Bineka Tunggal Ika”, berbeda-beda tapi satu jua. Ini adalah salah satu falsafah yang sifatnya mengikat dan mempersatukan seluruh rakyat Indonesia. Falsafah ini menekankan kesatuan dengan sebuah tindakan gotong royong. Seluruh warga negara, yang berbeda-beda itu bersatu untuk membangun negara tercinta ini. Pemimpin yang pancasilais tidak membeda-bedakan orang, baik itu ras, gender, suku, agama, budaya, dll. Pemimpin yang Pascasilais dan nasionasionalis memperjuangkan tujuan seluruh rakyat, bukan beberapa kelompok. Sebab, kemerdekaan negara ini saja diperjuangkan oleh seluruh kelompok yang menjunjung tinggi kedaulatan bangsa Indonesia.
  5. Memiliki wawasan yang luas. Seorang pemimpin adalah wakil untuk berunding dengan pemimpin dari negara lainnya. Sehingga wawasan seorang pemimpin itu berperan penting dalam berhubungan dengan pemimpin dari negara lain. Seorang pemimpin dituntut agar dapat menjalankan tugasnya sebagai delegasi dengan baik. Dengan wawasan yang luas pula, bangsa kita ini tidak dibodoh-bodohi oleh bangsa lain. Oleh sebab itu, intelektual memainkan peranan yang besar terhadap di dalam memimpin masyarakat (Liddle, Leadersehip and Culture in Indonesian Politik, 172). Seorang pemimpin juga adalah seorang yang tidak pernah berhenti belajar. Pemimpin terus belajar dan belajar dari masa lalu. Dengan wawasan yang luas, maka negara kita ini dapat diperhitungkan di kancah internasional dengan gebrakan dan inovasi baru yang berpengaruh di aras internasional tersebut. Alangkah bobroknya negara kita ini, jika pemimpin kita tidak memiliki wawasan yang luas. Sehingga yang ada di dalam pikirannya hanya menguntungkan diri sendiri.
  6. Memiliki visi atau cita-cita dan melihat ke depan. Namun, bukan cita-cita untuk memperkaya diri sendiri dan mengumpulkan harta untuk mengembalikan dana selama masa kampanye. Dengan kata lain, seorang pemimpin mengetahui ke mana arah negara ini akan dibawanya. Pemimpin adalah perancang strategi untuk maju (Inovator). Seorang pemimpin adalah harapan yang membawa angin segar bagi orang-orang yang dipimpinnya. Namun, dibutuhkan juga usaha untuk menggapai visi tersebut. Marthin Luther Jr mengatakan dalam pidatonya yang terkenal I have a dream. Ada mimpi yang ingin dicapai dan dicita-citakan. Seorang pemimpin adalah inisiator untuk sebuah bangsa untuk maju. Dia yang memimpin rakyat untuk menuju cita-cita bersama itu. Seorang pemimpin berada di dalam setiap posisi yang dia pimpin. Dengan kata lain, dia berada di depan, di tengah dan di belakang. Di depan sebagai role model, di tengah sebagai pembagun prakarsa, dan di belakang bertugas sebagai supporter, yang memberikan dukungan.
  7. Berpengaruh terhadap bawahannya. Orang yang berpengaruh adalah orang yang tidak hanya berbicara, namun juga dilakukan dalam hidupnya. Selain itu, ada jiwa kepemimpinan yang terus diasah. Sehingga orang tertarik dan senang bekerjasama dengannya. Seorang pemimpin mampu meyakinkan orang lain, sebab visinya memiliki daya tarik dan kekuatan. Sehingga orang terpengaruh dan membuka diri untuk bekerjasama dengan menjalankan tugas yang diberikan kepadanya. Kekuasaan itu adalah pengaruh. Ketika kita berpengaruh maka kita berkuasa (Neustadt, Presidential Power And The modern Presidents, 1990, 4). Pemimpin yang berpengaruh tersebut mempengaruhi dan memotivasi anggotanya untuk berkembang dan maju.
  8. Terbuka dan menerima kritikan dan masukan. Seorang pemimpin yang ingin maju terbuka terhadap segala perubahan yang ada. Perkembangan zaman dan faktor-faktor pendukung lainnya ikut menentukan pencapaian sebuah tujuan. Sehingga dibutuhkan keterbukaan terhadap kebutuhan dalam menjawab tantangan masa kini. Sebuah bangsa akan ketinggalan jika terus berada di situasi yang sama. Dengan kritikan dan masukan, maka dapat membangun dan memperbaiki sistem pemerintahan negara ini. Seorang pemimpin memandang sebuah kritikan sebagai masukan yang membangun. Sebab tidak ada pemimpin yang sempurna. Oleh sebab itu, dibutuhkan masukan dari orang lain.
  9. Energik dan ulet, serta cekatan. Tangung jawab dan tugas yang besar menuntut seorang pemimpin untuk cekatan dalam memimpin. Oleh sebab itu, keuletan dan semangat untuk berjuang dibutuhkan. Seorang pemimpin tidak mudah putus asa. Sebab, kalau seorang pemimpin mudah putus asa, maka akan berdampak pada orang-orang yang dipimpinnya. Seorang pemimpin juga energik dan cekatan terhadap tugas yang diembannya, serta tidak menunda penyelesaian sebuah pekerjaan. Sehingga pekerjaan yang ada tidak menumpuk dan terbengkalai, bahkan tak terselesaikan.
  10. Menggunakan kekuasaan untuk membantu orang (Kumolo, Menjawab Tentang Kepemimpinan Nasional, 2008, 90). Kekuasaannya juga digunakan untuk memihak dan melindungi Kaum lemah dan miskin. Kita dapat belajar dari Mahatma Gandhi yang menjadi pememimpin yang toleran, cinta damai, sederhana, dan anti keserakahan, yang memilih menderita untuk kebahagiaan orang lain. Selain itu, Nelson Mandela, yang memperjuangkan hak orang banyak sekalipun dia dipenjara sekitar dua puluh tujuh tahun. Ini memndorong kita untuk berpihak dan menyuarakan suara orang-orang yang menderita dan termajinalkan.
  11. Memiliki Integritas dalam menjalankan tugas. Pemimpin yang berintegritas mampu menjalankan nilai-nilai dan kepercayaannya dengan tindakannya. Sehingga sejalan perkataan dan perbuatan. Pemimpin kita kebanyakan berbicara ketimbang melakukan. Apa yang dikatakannya terkadang realitasnya terkantung apa untuknya untuk pemerintah kita. kalau merugikan, maka pemerintah cenderung diam. Sebaliknya jika menguntungkan jabatan bahkan pribadinya, maka dia akan melakukannya. Seorang pemimpin memiliki integritas, yang diuji oleh hati nuraninya sendiri. Sehingga dia melakukan kejujuran bukan karena dilihat orang lain, melainkan karena integritas di dalam hidupnya.
  12. Karakter yang terakhir adalah memiliki jiwa melayani. Kepemimpinan yang melayani adalah kepemimpinan yang menjadikan rakyat sebagai subjek bukan objek. Dalam hal ini, pemimpin adalah yang pertama bukan yang utama. Rick Warren dalam bukunya The Prophet Driven Life mengatakan bahwa kepemimpinan yang melayani, kepemimpinan lewat teladan hidup. Hidupnya menjadi teladan bagi prang yang dipimpinnya. Menjadi pemimpin berarti menjadi pelayan bagi orang-orang yang dipimpinnya. Bukan sebaliknya rakyat yang harus menderita, sedangkan pemimpin asik jalan-jalan ke luar negeri dengan alasan studi banding dan kunjungan kenegaraan. Dengan karakter melayani, maka seorang pemimpin itu sadar tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayan di tengah-tengah masyarakat. Dengan melayani masyarakat, maka dia sama saja melayani Tuhan. Hidup manusia memang seharusnya melayani Tuhan. Sehingga apa yang dilakukannya berhasil.

DaftarAcuan :
Sujatno, Muladi Adi. 2008. Traktat Etis Kepemimpinan Nasional. Jakarta: RMBooks.
Mohn, Reinhard. 2001. Humanity Wins: A Strategy for Prograss and Leadership in Times of Change. New York: CROWN BUSINESS.
Burns, James MacGregor. 2003. Transforming Leadership. New York: Antlantic Monthly.
Alfian, M. Alfan. 2009. Menjadi Pemimpin Politik, Perbincangan Kepemimpinan dan Kekuasaan. Jakarta: Gramedia.
Liddle, R. William. _____. Leadersehip and Culture in Indonesian Politik. Sydney: ALLEN & UNWIN.
Neustadt, Richard E. 1990. Presidential Power And The modern Presidents. USA: The Free Press.
Kumolo, Tjahjo. 2008. Menjawab Tentang Kepemimpinan Nasional. Jakarta: PARRHESIA INSTITUTE.

Comments

Popular posts from this blog

Peran Roh Kudus dalam Hidup Orang Percaya (Yohanes 14:15-26)

Mengasihi Musuh (Matius 5:38-48)

Tuhan Adalah Raja (Mazmur 97:1-12)